
KOMNASDIK INDONESIA
Komisi Nasional Pendidikan Indonesia
National Commission of Education – Indonesia
Berlandaskan UU RI Nomor 20 tahun 2003 KOMNASDIK R.I. (Komisi Nasional Pendidikan) merupakan Lembaga yang bersifat Independen yang bermitra dengan pemerintah dengan peran dan fungsi sebagai Lembaga Pengawasan, Pemantauan dan Pengkajian terhadap pelaksanaan kebijakan Sistem Pendidikan Nasional. KOMNASDIK selain di pusat juga ada di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

KOMNASDIK – Komisi Nasional Pendidikan Indonesia, adalah non profit independent body yang bertujuan membantu pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta Kementerian Agama) dalam hal peningkatan kualitas pendidikan nasional sebagai lembaga yang berfungsi untuk Pembinaan, Evaluasi, Pengawasan, Perlindungan & Pendampingan Hukum untuk peningkatan kualitas pendidikan; memberikan masukan kepada Pemerintah tentang kebijakan pendidikan; meningkatkan kualitas guru, dosen dan tenaga kependidikan; membangun bangsa yang cerdas, berdaya saing, kompetitif, berkepribadian, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; serta memberikan advokasi kepada Insan Pendidikan dan Institusi Pendidikan.

TUJUAN, PERAN, DAN FUNGSI KOMNASDIK
a) Membantu Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kementerian Agama) dalam pembinaan, evaluasi, pengawasan, perlindungan, dan pendampingan hukum bagi guru, dosen, dan tenaga kependidikan untuk memberi masukan dan mendukung kebijakan dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional.
b) Membangun bangsa yang cerdas, berdaya saing, dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, serta menjadikan bangsa unggul dan siap bersaing di tingkat global.
c) Menjalin kerjasama dengan Pemerintah Pusat, Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan bagi guru, dosen, dan tenaga kependidikan.
d) Bekerja sama dengan institusi pendidikan dan korporasi, baik di dalam maupun luar negeri, untuk menjalin hubungan yang relevan dengan dunia kerja di Indonesia.
e) Melakukan advokasi dan pendampingan hukum untuk kepentingan dunia pendidikan.

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA KOMNASDIK
KOMNASDIK (Komisi Nasional Pendidikan Indonesia) berawal dari inisiatif para tokoh dan masyarakat pendidikan yang tergabung dalam Forum-RI 1. Forum ini menjadi pemicu penting dalam pembangunan bersama masyarakat Indonesia, dengan tujuan menghasilkan generasi pemikir luar biasa yang mampu menciptakan perubahan signifikan.
Dengan dasar keprihatinan terhadap kondisi pendidikan, KOMNASDIK didirikan berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 sebagai lembaga non-profit yang independen dan bermitra dengan pemerintah. KOMNASDIK berperan sebagai lembaga pengawasan, pemantauan, dan pengkajian terhadap pelaksanaan kebijakan sistem pendidikan nasional.
KOMNASDIK resmi berdiri pada 17 Juni 2008 dan kepengurusannya dilantik oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Drs. Taufiq Efendi, MBA, dengan SK No. 020/SK/DPN-FRI.1/V/2008.

KOMNASDIK menetapkan visi yang luar biasa yaitu “Menjadi bangsa yang berkarakter unggul, cerdas, dan berdaya saing global”.
Dengan visi yang luar biasa diatas, secara operasional dijabarkan dalam 5 MISI yakni upaya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai visi tersebut, yakni:
1. Mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahun dan pembentukan karakter bangsa.
3. Mengupayakan pemberdayaan kehidupan masyarakat Indonesia.
4. Mengupayakan kepedulian segenap komponen bangsa untuk turut serta, mencerdaskan dan memberdayakan kehidupan bangsa melalui peningkatan pendidikan yang berkualitas.
5. Mengupayakan terciptanya fungsi pengawasan yang independent.

Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat apalagi saat ini kita sudah masuk pada era revolusi industri 4.0 maka visi dan misi diatas tersebut perlu dikritisi dalam hal pelaksanaannya.

1. Mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apa yang telah dilakukan pemerintah, upaya apa yang telah kita lakukan? Sudah bermutukah pendidikan kita sesuai standart yang dipersyaratkan, baik regional maupun internasional?
Temuan hasil penelitian Winny Rosa Damayanti dari Universitas Kristen Satya Wacana (2018) menyimpulkan bahwa masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di Indonesia tinggi karena (1) masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan, (2) kurangnya tenaga pengajar, (3) anak-anak usia sekolah yang putus sekolah , atau bahkan tidak sekolah.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah agar masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di Indonesia dapat teratasi dalam berbagai program pemerintah, misalnya wajib belajar 9 tahun, SM3T dimana program ini penyebar lulusan guru-guru ke daerah-daerah yang masih minim tenaga pengajarnya, program kesetaraan, dan pendidikan jarak jauh untuk tingkat unversitas, misalnya Universitas Terbuka dengan mottonya “menjangkau yang tak terjangkau” dan lain-lain.

2. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahun dan pembentukan karakter bangsa.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala. Faktanya, indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.
Memasuki abad ke-21 dunia pendidikan di Indonesia heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan kualitas pendidikan yang rendah tercermin dari peringkat Indonesia yang masih berada di posisi tertinggi dari negara-negara tetangga. Indikator peringkat kualitas pendidikan ini tercermin dalam jumlah kasus buta huruf. (CNN Indonesia | Kamis, 07/06/2018)
Data terakhir Human Development Index bidang pendidikan pada 15 Juni 2018, Penilaian dari 178 Negara – Indonesia menduduki peringkat ke 116 (http://hdr.undp.org/en/indicators/103706) belum bisa dibanggakan.
Sementara dari sisi akses pendidikan, jumlah siswa yang kini mampu bersekolah meningkat cukup signifikan. Adapun peningkatan akses ini dilakukan dengan meningkatkan pembiayaan, peningkatan partisipasi para pelaku lokal dalam tata kelola pendidikan, peningkatan akuntailitas dan kualitas guru, hingga memastikan kesiapan siswa.
Sayangnya, hasil tersebut belum bisa memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Bank Dunia melihat masih ada sejumlah tantangan yang masih belum terselesaikan, misalnya tidak meratanya akses pendidikan itu alias masih ada ketimpangan. Dari sini, Bank Dunia melihat perlu ada perluasan akses pendidikan yang lebih merata dan sesuai dengan standar pendidikan internasional, baik secara kurikulum maupun praktik. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kriteria kualifikasi guru hingga meluncurkan kampanye perbaikan kualitas pendidikan.
Sedangkan dari sisi pengaturan anggaran pendidikan, pemerintah dinilai perlu memberikan anggaran berdasarkan kinerja dan kualitas pendidikan yang bisa dibangun daerah.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektivitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.
Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau di daerah sampai daerah terpencil sana.
Sehingga para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Padahal lapangan pekerjaan terbatas. Masalah mendasar pendidikan di Indonesia adalah ketidakseimbangan antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).
Belajar bukan hanya berpikir tapi melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

3. Mengupayakan pemberdayaan kehidupan masyarakat Indonesia.
Ada suatu keterkaitan yang sulit dipisahkan antara pemberdayaan dengan demokrasi. Pemberdayaan itu selalu diibaratkan dengan peribahasa “memberi kail bukan ikan”.
Tetapi untuk apa diberi kail bila sungai-sungai itu tidak memungkinkan untuk dipancingi karena dimiliki oleh kelompok tertentu? Untuk itu, upaya pemberdayaan masyarakat selain didukung penyediaan modal dan pasar, juga yang terpenting birokrasi yang memihak kepada rakyat bawah. ADA 4 (empat) dimensi dasar dalam sebuah aktifitas pemberdayaan suatu komunitas, yakni: (i) pemberdayaan personal melalui pembelajaran, pengetahuan, kepercayaan diri, dan skill; (ii) aksi positif yang terkait dengan kemiskinan, kesehatan, ras, gender, ketidakmampuan/cacat, serta aspek- aspek diskriminasi yang menentang struktur kekuasaan; (iii) organisasi komunitas yang menyangkut kualitas dan keefektifan kelompok komunitas serta hubungan masing-masing kelompok dan dengan pihak luar; (iv) partisipasi dan keterlibatan untuk menuju perubahan komunitas ke arah yang lebih baik.

4. Mengupayakan kepedulian segenap komponen bangsa untuk turut serta, mencerdaskan dan memberdayakan kehidupan bangsa melalui peningkatan pendidikan yang berkualitas.
Proses pendidikan yang baik akan memberikan jaminan kualitas yang baik pula. Sedangkan dari segi produk, pendidikan dapat berkualitas jika memiliki beberapa ciri, yakni:
a) Peserta didik menunjukan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap materi-materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada nilai-nilai ujian (nilai raport) sebagai gambaran prestasi akademik.
b) Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan hidup peserta didik, sehingga dengan belajar bukan hanya “mengetahui sesuatu” (learning to know) tetapi juga “dapat melakukan sesuatu” (learning to do) yang fungsional untuk hidupnya.
c) Hasil pendidikan yang berupa keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan tuntutan lingkungan, khususnya dunia kerja. Dalam kaitan ini link and match merupakan salah satu aspek indikator kualitas pendidikan.
Dari paparan di atas terkandung maksud bahwa segenap komponen bangsa harus memiliki kepedulian dan turut berberan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

5. Mengupayakan terciptanya fungsi pengawasan yang independent.
Berkaitan dengan independensi fungsi pengawasan, maka harus dibuat indikator-indikator yang jelas dan pasti untuk mewujudkan ciri atau karakteristik independensi auditor yang profesional dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal terhadap penyelenggaraan pemerintahan, termasuk juga masalah independensi yang harus dimiliki oleh pejabat pengawas atau auditor yang melakukan pekerjaan audit.
Setidaknya terdapat 3 Indikator untuk mewujudkan independensi fungsi pengawasan inspektorat dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
A) Independensi program kerja pengawasan; yakni bebas dari pihak-pihak yang dapat mempengaruhinya dalam penyusunan program kerja pengawasan dan prosedur audit.
B) Independensi pengujian audit: (1) bebas melakukan akses ke seluruh catatan, kekayaan, dan pegawai, yaitu relevan dengan penugasan auditnya; (2) Aktif bekerja sama dengan seluruh perangkat daerah selama pengujian audit berlangsung; (3) bebas dari keinginan pihak-pihak tertentu yang berusaha mengarahkan auditnya hanya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja dan melakukan pengujian serta menetapkan bukti yang dapat diterima; (4) bebas dari kepentingan individual pihak-pihak tertentu dalam penugasan auditnya dan pembatas pengujian audit.

Catatan Akhir Ketika para pemerhati, peduli pendidikan lebih-lebih praktisi pendidikan, maka sudah sepantasnya kita mengapresiasi kehadiran KOMNASDIK ini sebagai sebuah lembaga yang bertujuan membantu pemerintah dalam hal peningkatan kualitas pendidikan nasional; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta Kementerian Agama dalam peningkatan kualitas pendidikan; memberikan masukan kepada Pemerintah tentang kebijakan pendidikan; meningkatkan kualitas guru, dosen dan tenaga kependidikan; membangun bangsa yang cerdas, berdaya saing, kompetitif, berkepribadian, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; serta memberikan advokasi kepada Insan Pendidikan dan Institusi Pendidikan..
